Sujud Sahwi, Sujud Syukur, dan Sujud Tilawah

Pernahkan kalian mendengar sujud sahwi? Sujud syukur? Atau sujud tilawah? Tahukah kalian, ternyata ada berbagai sujud selain sujud yang biasa kita lakukan ketika sholat. Mari kita berkenalan dengan sujud-sujud tersebut.

                Sujud sahwi adalah sujud karena lupa, misalnya lupa atau ragu-ragu dalam menghitung jumlah rakaat sholat atau lupa bertasyahud awal. Apabila seseorang mengalami keragu-raguan dalam jumlah bilangan rakaat sholatnya, maka hendaklah ia menentukan jumlah rakaat yang lebih sedikit. Jika ia ingat ketika masih dalam sholat, maka sujud sahwi dilakukan sebelum salam, dan jika ingatnya setelah selesai sholat, maka ia melakukan sujud sahwi setelah sholat.

                Cara mengerjakannya ialah setelah selesai membaca tasyahud akhir kemudian melakukan sujud dua kali dengan bertakbir setiap kali bersujud dan setiap kali bangkit dari sujud, kemudian memberikan salam. Bacaan ketika melakukan sujud sahwi sama dengan bacaan yang biasa dibaca ketika sujud, karena tidak ada riwayat dari Nabi SAW yang mengkhususkan bacaan tertentu untuk sujud sahwi. Sementara Imam Syafi’I dalam Qoulul Jadidnya menyebutkan bacaan yang dianjurkan dibaca ketika sujud sahwi ialah Subhaana man laa yanaamu wa laa yashu (Maha Suci Allah yang tidak pernah tidur dan tidak pernah lupa).

                Sujud syukur adalah sujud yang dilakukan ketika seseorang mendapatkan anugerah, karunia dan nikmat dari Allah, atau ketika ia terhindar dari marabahaya, baik yang menyangkut kepentingan dirinya atau berkaitan dengan kepentingan seluruh kaum muslimin. Dari Abi Bakrah bahwa apabila Nabi SAW mendapat sesuatu yang ia senangi atau diberi kabar gembira, beliau segera sujud sebagai tanda syukur kepada Allah SWT (HR Abu Daud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi). Abdurrahman bin ‘Auf berkata: “Pada suatu hari, Rasululullah SAW keluar dan aku mengikutinya sampai kami tiba di Nakhl. Lalu beliau sujud dengan waktu yang cukup lama hingga saya takut kalau-kalau Allah mendatangkan ajalnya ketika sujud tersebut. Aku lalu menghampirinya, tiba-tiba beliau mengangkat kepala dan bertanya: “Ada apa wahai Abdurrahman?” aku menceritakan perasaanku tadi, maka beliaupun bersabda: “sesungguhnya Jibril as datangan kepadaku tadi dan berkata “Sukakah engkau kuberi kabar gembira? Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman kepadamu, maka Aku akan memberinya rahmat, dan barangsiapa membacakan shalawat kepadamu, maka Aku akan memberinya keselamatan. Oleh karena itu, aku sujud sebagai tanda syukur kepada Allah Azza wa Jalla” (HR Ahmad)

                Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan pelaksanaan sujud syukur ini ada dua pandangan ulama:

1.       Pelaksanaannya sama dengan syarat yang diberlakukan untuk melaksanakan sujud tilawah, yaitu bersuci, menutup aurat, menghadap kiblat, dan lain-lain.

2.       Tidak ada persyaratan tertentu karena sujud ini tidak termasuk ke dalam kategori sholat.

Tentu saja sebagai seorang muslimah, sedapat mungkin ketika kita sujud syukur hendaknya dalam keadaan berwudhu, menutup aurat, dan menghadap kiblat. Namun manakala dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan berwudhu, paling tidak kita sujud dengan menghadap ke kiblat, dan tidak ada bacaan tertentu untuk sujud syukur.

Sujud tilawah adalah sujud yang disunnahkan ketika kita membaca atau mendengar ayat-ayat tilawah. Jumhur ulama berpendapat bahwa syarat sahnya sholat merupakan syarat bagi hukum sahnya sujud tilawah, seperti berwudhu, menutup aurat, dan menghadap kiblat.

Rasulullah SAW mengajarkan do’a dalam sujud tilawah sebagaimana yang telah diriwayatkan Aisyah ra: ketika Rasulullah SAW sujud tilawah karena membaca ayat sajadah dalam Al-Qur’an, beliau membaca “Sajada wajhiya lilladzi kholaqahu wa syaqqo sam’ahu wa bashorohu bihaulihi wa quwwatihi fatabaarokallahu ahsanul khooliqiin”, artinya wajahku bersujud kepada pendengaran, serta penglihatannya dengan daya dan kekuatanNya, Maha Mulia Allah dan sebaik-baik Yang Mencipta.” (HR Bukhari, Muslim, an-Nasa’I, Abu Daud, dan Hakim).

Dalam sholat, ketika kita telah selesai membaca ayat sajadah, maka disunnahkan bertakbir lalu sujud setelah itu bertakbir dan kembali berdiri. Kemudian dapat melanjutkan bacaan Al-Qur’an. Atau bila bacaan Qur’annya telah selesai dapat bertakbir kemudian rukuk.

 

Saya adalah seorang faqir ilmu yang masih dalam masa belajar. Ilmu saya masih sangat dangkal. Oleh karena itu, agar pembahasan tentang fiqh dalam tulisan ini lebih rojih dalam penjelasannya, saya menuliskan kembali jawaban seorang konsultan fiqh wanita, Dra. Herlini Amran, M.A. (semoga Allah selalu menjaganya). Wallahu a’lam bisshowaab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidakkah Kau Gelisah?

Meninggalkan 2022

Karakter Para Sahabat